Senin, 08 November 2010

Petani Khawatir Serangan Hama


Banyumas, Kompas - Memasuki musim tanam pertama pada awal November ini, para petani di wilayah Kecamatan Kemranjen, Sumpiuh, dan Tambak, Kabupaten Banyumas, mengaku khawatir akan serangan berbagai jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti wereng, keong mas, dan tikus.

Pasalnya, lahan pertanian mereka saat ini terlalu lembap akibat tingginya curah hujan serta genangan banjir beberapa hari lalu.”Kalau terus-menerus banjir seperti ini selalu diikuti datangnya hama seperti awal tahun lalu. Tapi mungkin saja sekarang lebih parah karena hujannya lebih banyak dan kena banjir pula,” kata Sumarsam (51), petani di Desa Banjarpanepen, Sumpiuh, Jumat (5/11) pekan lalu.

Hama keong mas dan tikus adalah momok utama petani setempat dalam beberapa musim tanam terakhir. Dua jenis hama itu paling sulit diberantas karena perkembangbiakannya cepat.

Demikian juga wereng batang coklat. Meskipun sempat menghilang pada musim tanam 2009, hama yang merusak batang padi sejak usia dini ini sudah mulai kembali sejak musim tanam kedua 2010 lalu.

Sebagian petani padi di Sumpiuh, Tambak, dan Kemranjen saat ini sudah memulai masa pembenihan padi. Masa pembenihan ini akan berlangsung selama 25 hari. Akhir November sudah mulai tanam bibit.

Petugas pengamat hama pada Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jateng, Katiran, mengatakan, dengan curah hujan yang tinggi saat ini, sedapat mungkin petani harus membuat kering lahan pertanian sebelum memulai masa tanam. (HAN)

Plant, Science, Biotechnology, PCR, Genome, Genes,

Kamis, 04 November 2010

Mengusir Hama dengan Menggunakan Semut


Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya membuat kita mengaduh-aduh. Serangga kuning & ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, mempunyai teritori & terkenal agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).

Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.

Ratu Dilindungi
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

Pesan Kimiawi
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.

Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu.

Mengatasi Hama Keong Mas


Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck)

diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia. Sayangnya, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.Mengapa Keong Mas Harus Dikendalikan? Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam (system tapin) serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total pada populasi keong mas yang tinggi.

Saat-saat Penting untuk Mengendalikan Keong Mas
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.

Bagaimana Mengendalikan Keong Mas?

* Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen, dimasak serta dimakan.
* Pemungutan: Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa agar meletakkan telurnya.
* Penggunaan umpan: Tempatkan dedaunan yang menarik perhatian keong agar membuat pemungutan keong lebih mudah (tanaman yang memungkinkan adalah: pisang dan pepaya).
* Pengelolaan air: Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat membantu mengurangi kerusakan. Saluransaluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) juga dapat dibuat, setelah persiapan lahan tahap akhir. Buat saluran-saluran kecil dengan menarik kantung berisi benda berat dengan interval 10-15 m atau di sekitar sudut-sudut sawah. Saluran-saluran kecil ini memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik focus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual dengan lebih mudah. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
* Pengunaan tanaman beracun: Tempatkan tanaman beracun (misalnya daun Monochoriavaginalis, daun tembakau, dan daun Kalamansi pada bidang-bidang sawah atau di saluran-saluran kecil.
* Pencegahan masuk ke sawah: Tempatkan penyaring dari kawat atau anyaman bambu padasaluran keluar dan masuk irigasi utama untuk mencegah masuknya keong. Bagaimanapun, manfaat dari tindakan ini agak terbatas karena kebanyakan keong mengubur dirinya sendiri dan “hibernasi” di sawah ketika tanah mengering.
* Tanam pindah: Tanam bibit-bibit yang sehat dengan anakan yang sehat. Terkadang, tanam pindah dapat ditunda (misalnya bibit berumur 25- 30 versus 12-15 hari), atau tanam bibit ganda per rumpun.
* Pengendalian secara kimia seperti pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan deris mungkin dibutuhkan bila praktek-praktek lainnya gagal. Cek produk-produk yang tersedia secara lokal yang memiliki kadar racun rendah terhadap manusia dan lingkungan. Pertimbangkan untuk menggunakan produk-produk untuk tempattempat rendah dan kanal-kanal kecil, bukan ke seluruh bidang sawah. Selalu pastikan penggunaan yang aman.

sumber

Rabu, 03 November 2010

Harga Beras Mulai Turun


Tegal, Kompas - Harga beras di wilayah Tegal dan sekitarnya mulai turun dalam sepekan terakhir. Hal itu akibat berlangsungnya panen pada beberapa wilayah, serta menurunnya permintaan beras dari masyarakat.

Mahrudi (32), pedagang beras di Pasar Induk Beras Martoloyo, Kota Tegal, Rabu (3/11), mengatakan, penurunan harga beras berkisar antara Rp 100 hingga Rp 150 per kilogram (kg). Saat ini harga beras C4 kualitas pertama di penggilingan padi turun dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 5.900 per kg. ”Penurunan harga beras terutama di penggilingan padi dan pedagang besar. Kalau eceran masih stabil,” katanya.Menurut dia, harga beras mulai turun karena panen telah berlangsung di beberapa wilayah, termasuk Tegal dan sekitarnya. Bahkan, panen berlangsung sambung-menyambung, antara daerah yang satu dengan daerah lain.

Meski demikian, akibat banyaknya hujan, kualitas hasil panen padi tidak maksimal. Beras yang dihasilkan banyak yang rusak, sehingga harganya murah.

Turunnya harga beras, lanjut Mahrudi, juga akibat menurunnya permintaan beras dari masyarakat. Saat ini, rata-rata ia hanya mampu menjual sekitar 0,5 hingga 2 ton beras per hari, atau turun sekitar 40 persen dari kondisi normal. ”Kalau permintaan dari luar Jawa masih stabil,” ujarnya.

Nur Edi (50), pedagang beras lainnya di Pasar Induk Martoloyo mengatakan, kondisi pasar beras saat ini sedang sepi. Rata-rata, ia hanya mampu menjual sekitar lima kuintal beras per hari. Ia mengaku menjual beras C4 kualitas pertama Rp 6.500 per kg, dan beras C4 kualitas sedang Rp 6.100 per kg.

Penurunan harga beras tersebut, berimbas pada penurunan harga gabah dari petani, termasuk petani di wilayah Brebes.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Mekar Tani Desa Pagejugan, Kecamatan Brebes, Mashadi, mengatakan, harga gabah kering giling (GKG) turun dari Rp 3.300 menjadi Rp 3.000 per kg, sedangkan harga gabah kering panen (GKP) turun dari kisaran Rp 2.000 hingga Rp 2.200 per kg, menjadi Rp 1.800 hingga Rp 1.900 per kg.

Saat ini, lanjutnya, hampir semua petani di Brebes sudah panen. Bahkan beberapa di antaranya sudah mulai bersiap untuk kembali memulai tanam. Akibatnya, harga gabah turun diikuti dengan penurunan harga beras.

Menurut dia, penurunan harga gabah dan beras yang terjadi setiap musim panen, sangat merugikan petani. Pemerintah seharusnya membantu mengatasi persoalan tersebut.

Misalnya, memindahkan subsidi pupuk ke subsidi harga jual padi. Selama ini, meski mendapatkan subsidi, sebagian petani kesulitan mendapatkan pupuk. Oleh karena itu, seharusnya subsidi tersebut diberikan pada harga jual hasil panen. (WIE)

Rendemen Gula Jatuh, Para Petani Kecewa


Jakarta, Kompas - Petani tebu memperkirakan produksi gula kristal putih nasional yang bersumber dari tebu dalam negeri tidak akan mencapai 2 juta ton. Itu terjadi karena rendemen gula jatuh. Para petani tebu juga kecewa dengan sikap pemerintah yang menelantarkan mereka.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Abdul Wachid, Rabu (3/11), saat dihubungi di Kudus, Jawa Tengah, mengatakan, jika melihat panen tebu sekarang sulit, produksi gula nasional bisa di bawah 2 juta ton.Dari pengamatan di lapangan dan hasil laporan petani tebu di daerah-daerah, rendemen gula dalam tebu turun drastis. Bahkan ada sekitar 80.000 hektar tebu yang tidak bisa dipanen akibat kesulitan memanen.

Tebu sebanyak itu setara dengan gula 350.000 ton.

Dalam kondisi petani yang serba sulit, kata Wachid, pemerintah tidak berbuat apa-apa.

Petani dibiarkan telantar sendiri menghadapi berbagai kesulitan. Rapat-rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan juga tidak dilakukan. Petani bahkan tidak pernah diundang untuk mencari solusinya.

Penurunan produksi gula juga menimpa PT Perkebunan Nusantara X. Direktur Produksi PTPN X Tarsisius Sutaryanto menyatakan, produksi gula PTPN X diperkirakan turun dari 428.000 ton tahun 2009 menjadi 392.000 ton tahun ini.

Ketua Umum APTRI Arum Sabil mengatakan, yang diharapkan petani dari pemerintah adalah langkah nyata. Pemerintah tidak hanya memberikan arahan, tetapi bisa mengimplementasikan kebijakannya. (MAS)

Selasa, 26 Oktober 2010

Peluang Usaha Ternak Ayam Kampung Terbuka


Peluang usaha skala kecil, mikro, dan koperasi dalam pengembangan bisnis unggas lokal jenis ayam kampung terbuka. Permintaan daging ayam kampung terus meningkat, sementara hanya sebagian kecil yang baru bisa dipenuhi.

Pangsa Pasar ayam kampung
Permintaan daging ayam kampung per hari di wilayah Ja¬karta, Depok, Tangerang, dan Bekasi sekitar 280.000 ekor, dan baru dipenuhi 5 persen. Pangsa pasar daging ayam kampung di Jabodetabek sekitar 45 persen dari total pasar unggas nasional. Karena itu, peluang usahanya masih sangat terbuka.

Peningkatan pasar ayam kampung tidak akan mengganggu pasar ayam pedaging yang selama ini sudah eksis karena karakteristik konsumennya berbeda Konsumen daging ayam kampung umumnya masyarakat dengan tingkat ekonomi yang baik. Sebagian lainnya karena telah memiliki kesadaran tinggi untuk mengonsumsi produk daging ayam organik atau yang tidak melalui proses rekayasa genetika.Cetak biru pengembangan ayam kampung
Kementerian Pertanian, saat ini tengah menyusun cetak biru pengembangan ayam kampung. Melalui cetak biru itu akan tertuang sistem pengembangan ayam kampung. Selain itu, juga memberikan proteksi usaha ternak ayam kampung dari investor besar.

Usaha ternak ayam kampung mendapat perlindungan dari pemerintah. Hanya peternak skala kecil, mikro, dan koperasi yang boleh masuk, pemodal besar tidak boleh. Kapasitas pemeliharaan maksimal 10.000 ekor. Melalui pembatasan ini diharapkan usaha ternak rakyat akan tumbuh berkembang. Diharapkan blue print sudah ditandatangani Oktober 2010.

Melalui cetak biru itu, dalam 10 tahun mendatang diharapkan pangsa pasar daging ayam kampung mencapai 25 persen dari total konsumsi daging ayam nasional, yang saat ini sebesar 5,5 persen.

Gerakkan ekonomi rakyat dan pedesaan
Dengan target pasar 25 persen, diharapkan pasokan ayam kampung dalam 10 tahun mendatang mencapai 400 juta ekor setiap tahun. Bila satu ekor ayam kampung Rp 60.000, total perdagangan ayam kampung mencapai Rp 2,4 triliun. Ini tentu akan mampu menggerakkan ekonomi rakyat dan pedesaan. Belum lagi nilai perdagangan dari pakan ataupun jasa pengolahan. Saat ini baru ada 3.400 peternak ayam kampung secara intensif. Di luar itu masih ada 1 juta rumah tangga yang memelihara ayam kampung sekitar 35 ekor. Dengan pengembangan, diharapkan 100.000 rumah tangga akan beralih menjadi peternak ayam kampung intensif.

Bibit ayam buras
1. Bibit ayam buras yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas seperti Avian influenza, Newcastle disease, Fowl chollera, Fowl pox, Infectious bursal disease, dan Salmonellosis.
2. Bibit ayam buras yang dipelihara diutamakan yang berasal dari dari daerah lokasi usaha setempat.
3. Penyediaan dan pengembangan bibit ayam buras hasil persilangan antara ayam buras asli dari daerah setempat dengan ayam buras dari daerah lain atau yang disilangkan dengan ayam ras dapat dilakukan dibawah bimbingan Dinas Peternakan setempat atau lembaga / instansi teknis yang berwenang.

Untuk memperoleh bibit induk dan pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Bibit harus sehat dan tidak cacat;
2. Lincah dan gesit;
3. Penampilan tegap;
4. Mata bening dan bulat;
5. Rongga perut elastis;
6. Bulu halus dan mengkilat;
7. Produksi dan daya tetas tinggi;
8. Tidak mempunyai sifat kanibal;
9. Umur bibit antara 5-12 bulan untuk Induk dan 8-15 bulan untuk Pejantan.

Pakan ayam buras
1. Pakan yang digunakan harus cukup dan sehat.
2. Sediaan biologik, farmasetik, premiks, dan obat alami dapat digunakan pada usaha peternakan ayam buras dan telah mendapat nomor pendaftaran.

Obat hewan ayam buras
1. Obat-obat, bahan kimia, hormon dan bahan biologik untuk ternak ayam buras yang digunakan adalah yang sudah terdaftar di Kementerian Pertanian.
2. Penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Siapa berminat ekspor ayam kampung lezat tanpa residu antibiotik?


Sumber Referensi:
1. Kompas halaman 18, tanggal 15 September 2010.
2. Kepmentan nomor 420/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman budidaya ternak ayam buras yang baik (Good farming practice).
sumber:

Peran BBPMSOH dalam Program Swasembada Daging Sapi


Dalam Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian telah membuat lima program (kegiatan pokok) untuk mencapai swasembada daging sapi 2014 yaitu :

A. Penyediaan Sapi Bakalan/ daging Sapi Lokal Secara Berkelanjutan;

B. Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas Sapi Lokal;

C. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina Produktif;

D. Penyediaan Bibit Sapi Lokal; dan

E. Pengaturan Stock Daging Sapi Dalam Negeri.


Lima kegiatan pokok dijabarkan menjadi 13 kegiatan operasional.

Penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayan kesehatan hewan merupakan Kegiatan Operasional yang ke tujuh dibawah program (kegiatan pokok) Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal.Kegiatan operasional yang ke tujuh ini ditargetkan untuk mengurangi tingkat kegagalan reproduksi sapi betina produktif yang telah dikawin/diinseminasi, dengan melaksanakan kegiatan operasional sebagai berikut :

a. Penanggulangan gangguan reproduksi, dengan cara :

1) Pemeriksaan akseptor terhadap status penyakit Brucellosis (khusus di daerah yang belum bebas Brucellosis).
2) Penigkatan kualitas SDM yang menangani penyakit reproduksi.
3) Pengadaan obat-obatan hormonal.
4) Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi.
5) Monitoring, evaluasi, dan pelaporan.


b. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan cara :

1) Pembangunan pusat kesehatan hewan di wilayah pada ternak.
2) Pemeriksaan, identifikasi, dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet.
3) Pengadaan obat-obatan parasit internal, terapi antibiotika, dan penambah daya tahan.

Peran BBPMSOH

Peran Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) dalam kegiatan operasional ini dalam penanggulangan gangguan reproduksi yaitu pengadaan obat-obatan hormonal yang bermutu baik dan juga melakukan pemeriksaan status penyakit reproduksi.

BBPMSOH telah melaksanakan pengujian mutu obat-obatan hormonal yang biasa digunakan untuk penanggulangan gangguan reproduksi.

Dalam peningkatan pelayanan kesehatan hewan BBPMSOH telah melakukan pemeriksaan status penyakit reproduksi pada sapi, yaitu melaksanakan pengkajian penyakit reproduksi yang disebabkan Brucella abortus maupun Chlamydophila abortus di 6 propinsi.

Dalam pengadaan obat-obatan parasit internal, terapi antibiotika, dan penambah daya tahan BBPMSOH telah melaksanakan pengujian mutu obat-obatan tersebut. BBPMSOH berperan menjamin mutu obat hewan yang beredar di Indonesia melalui pengujian mutu dan sertifikasi obat hewan.

Sumber Bacaan:
1. Buletin Pengujian Mutu Obat Hewan no. 15, tahun 2010.
2. Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014, Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, tahun 2010.
sumber:

Kopi Luwak: Luwak Dulu Dianggap Hama, Kini Jadi Primadona


Wahyu Anggoro (25) tidak pernah menyangka jika biji-biji kopi berupa kotoran luwak ternyata mampu menjadi komoditas primadona. Bahkan, kopi yang harganya ”selangit” ini sekarang banyak diburu dan digemari publik mancanegara.

”Terus terang, dulu kami memandang itu (kopi luwak) menjijikkan. Kami baru tahu itu memiliki nilai jual setelah ada peneliti dari Hongkong masuk ke sini. Dia (peneliti) bilang, kopi luwak Lampung Barat adalah salah satu yang terbaik,” ujar produsen kopi luwak di Way Mengaku, Liwa, Lambar, baru-baru ini.Kompleks Gang Pekonan, Way Mengaku, merupakan sentra penghasil kopi luwak di Lambar. Di sini terdapat sekitar 10 produsen kopi luwak yang seluruhnya merupakan usaha kecil menengah. Secara kasat- mata, dari luar, tidak tampak jika mereka memproduksi kopi luwak.

Rumah-rumah para produsen kopi luwak ini, dari luar, terlihat layaknya rumah penduduk biasa di daerah perkotaan. Namun, jika kita melongok ke dalam, di pekarangan samping atau belakang rumah, baru tampak aktivitas itu. Puluhan kandang luwak berjajar rapi.

Di rumah-rumah yang berukuran tak besar itu, kopi-kopi luwak diproduksi. Mulai dari mengumpulkan gelondongan kotoran luwak, menjemur, menyangrai (menggoreng biji kopi), hingga mengemas bubuk kopi, semuanya dilakukan di rumah masing-masing.

Kopi luwak memiliki keunggulan, antara lain kadar kafeinnya jauh lebih rendah, hingga 85 persen dari kopi umumnya. Dengan demikian, mereka yang memiliki penyakit lambung pun relatif aman jika mengonsumsi kopi ini berkali-kali.

Kopi luwak juga memiliki aroma dan rasa yang sangat kuat sehingga banyak digemari pencinta kopi. ”Rasanya dahsyat, aromanya sangat terasa. Ini betul-betul kopi kualitas tinggi yang tidak ada tandingannya,” ujar Andy S (30), seorang penggemar kopi.

Harga mahal

Keunggulan inilah yang membuat harga kopi luwak sangat mahal, yaitu Rp 750.000- Rp 1 juta per kilogram (bentuk bubuk) di tingkat produsen. Sementara, dalam bentuk gelondongan, harganya Rp 200.000 per kg. Di luar negeri, bahkan harganya (bubuk) bisa mencapai Rp 3 juta-Rp 5 juta per kg.

”Makanya, pembeli dari luar negeri tidak jarang datang ke sini,” tutur Sapri (39), produsen lainnya. Saat musim panen, setiap produsen di wilayah tersebut mampu memproduksi kopi luwak 10 kg hingga 15 kg per hari.

Kopi luwak dihasilkan oleh luwak atau musang. Namun, hanya ada dua jenis luwak yang mau memakan biji kopi, salah satunya musang bulan (Paradoxurus hermaphrodirus). Musang liar yang berukuran besar ini banyak hidup di areal Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan hutan-hutan penyangga.

Menurut Wahyu, musang bulan ini dapat tumbuh besar. ”Saya pernah liat yang bobotnya bisa sampai 30 kg, postur tubuhnya hampir sebesar anjing, karena sering diberi susu,” ujarnya.

Hewan nokturnal (beraktivitas di malam hari) ini hanya memakan kopi-kopi segar terbaik dan yang sudah matang atau berwarna merah. ”Dari 5 kg kopi terbaik, paling hanya 1 kg yang dimakan. Itulah yang mengakibatkan rasa (kopi luwak) lebih nikmat. Secara tidak langsung ia (musang) menyeleksi kopi-kopi terbaik,” ujarnya.

Musuh petani kopi

Dari kebiasaannya itu, di masa lalu, luwak merupakan musuh petani kopi. Ia dianggap sebagai hama tanaman kopi. Akibatnya, luwak sering dijerat, bahkan dibunuh. Saat ini, luwak pun semakin dicari-cari. Harga seekor luwak liar bisa mencapai Rp 700.000.

”Jadinya, luwak liar semakin jarang saat ini. Saya pun sudah jarang menemui kotoran luwak di kebun-kebun,” ujar Burzan Barnau (45), salah seorang petani kopi di Lombok Seminung, Lambar. Padahal, pada masa kecilnya, luwak dan kotorannya sering dijumpai di kebun-kebun kopi.

Inilah yang mengancam populasi luwak. Tidak sedikit pula luwak yang mati di kandang. Apalagi, hewan liar itu hingga saat ini belum bisa dikembangbiakkan oleh manusia. ”Pernah dulu lahir di kandang, tetapi akhirnya mati,” kenang Wahyu kemudian.

Meskipun awalnya terlihat cerah, bisnis kopi luwak pun ternyata tidaklah seindah yang dibayangkan. Para produsen kopi luwak terkendala sertifikasi keaslian produk. Maka, pemesanan tidak berjalan secara rutin dan lancar. Banyak stok kopi yang masih menumpuk di rumah produsen.

Sapri (39), salah seorang produsen kopi luwak di Way Mengaku, mengatakan, di gudangnya saat ini menumpuk tujuh kuintal biji kopi mentah gelondongan yang belum bisa terjual. Padahal, ia membutuhkan pemasukan untuk membiayai pakan 30 ekor luwaknya.

Akibatnya, kini dirinya terpaksa mengurangi jumlah luwak yang dipelihara. Dari sebelumnya 100, kini tersisa 30 ekor. Sebagian produsen memilih menutup produksinya. Dari 10 produsen kopi luwak di Way Mengaku, hanya empat di antaranya yang masih bertahan.(Yulvianus Harjono)

RUU Hortikultura Disetujui DPR


Jakarta, Kompas - Rapat Paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Hortikultura disahkan menjadi undang-undang, Selasa (26/10). Persetujuan itu menyisakan kontroversi akibat pembahasannya yang sektoral.

Menteri Pertanian Suswono, dalam pandangan akhir pemerintah, menyatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Hortikultura diajukan DPR pada 10 November 2009. Menurut dia, RUU itu selaras dengan peraturan perundangan lainnya.

”Kualitas RUU itu terlihat dari konsistensi aturan dan mutu perumusan. Ketegasan dan ketepatan pengaturan substansi terlihat dari konsideran, batang tubuh, hingga penjelasannya,” kata Suswono.Salah satu poin terpenting dari RUU itu adalah pembatasan penanaman modal asing maksimal 30 persen dan pembatasan impor hortikultura. ”Pengesahan RUU itu akan memacu produksi hortikultura, menambah lapangan kerja, dan menggerakkan perekonomian nasional,” kata Suswono.

Kontroversi materi RUU itu berlanjut terkait pengaturan kawasan konservasi dalam Pasal 40 RUU itu. Ayat 1 menyatakan, hortikultura bisa diselenggarakan di seluruh wilayah RI. Ayat 4 menyatakan, hortikultura bisa dilakukan terintegrasi di kawasan kehutanan dan kawasan lain, selain zona inti kawasan konservasi.

Koordinator Nasional Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) Mohammad Djauhari menyatakan, substansi RUU yang disahkan menjadi UU Hortikultura itu tidak selaras dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

”Tidak jelas siapa subyek yang boleh memanfaatkan kawasan konservasi itu. Pasal 40 Ayat 4 membuka peluang pemodal merambah zona pemanfaatan dan zona penyangga. Itu berpotensi merusak ekosistem kawasan konservasi. Jika subyeknya adalah masyarakat adat setempat, secara sosial kami setuju. Namun, tanaman hortikultura meningkatkan risiko longsor,” kata Djauhari, Selasa.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Kelestarian Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Darori menyatakan, kawasan konservasi tertutup untuk budidaya tanaman komersial. ”Zona pemanfaatan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dengan izin khusus Kementerian Kehutanan. Zona inti mutlak tidak boleh diganggu aktivitas manusia. Zona penyangga harus dipertahankan fungsinya menyangga zona inti,” kata Darori ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Darori menyatakan, pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU Hortikultura. ”Saya tidak tahu jika ada bidang lain di Kementerian Kehutanan yang dilibatkan. Namun, Direktorat Jenderal PHKA tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU itu,” kata Darori. Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga mempertanyakan pembahasan pengaturan pemanfaatan benih rekayasa genetika yang tidak melibatkan KLH.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Ahmad Dimyati membantah jika KLH tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU Hortikultura. ”KLH sudah dilibatkan di tahap awal, tetapi memang tidak ikut dalam pembahasan dengan DPR. Pengaturan soal benih rekayasa genetika tetap mematuhi Protokol Cartagena,” katanya. Ahmad menyatakan, pengaturan penggunaan kawasan konservasi juga telah dibahas bersama Kementerian Kehutanan. (ROW)

Jumat, 15 Oktober 2010

Energi Berbahan Baku Produk Pertanian | Pertanian Tebu

Tebu
Krisis pangan global yang dipicu booming harga komoditas telah menyadarkan banyak negara begitu pentingnya mengurangi ketergantungan pasokan pangan pada impor. Faktor penting yang menjadi kendala produksi, yakni faktor iklim dan kompetisi penggunaan lahan antara komoditas pangan dan bio fuel.

Banyak kalangan korporasi multinasional meramaikan perburuan ”Emas Baru” yang difasilitasi habis-habisan oleh pemerintah negaranya. Bahkan, bank-bank investasi, hedge funds, dan equity funds swastapun tak ketinggalan. Rabobank menyebutkan, saat ini ada lebih dari 90 lembaga investasi baru di dunia yang dibentuk khusus dengan tujuan investasi langsung di lahan pertanian negara berkembang.Kebutuhan Bio diesel dan Bio-fuel di Indonesia

Menurut DJLPE tahun 2006, perkiraan permintaan bio-fuel di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebagai berikut. Total keperluan bahan bakar diesel pada tahun 2010 sebayak 34,89 juta liter dimana diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,74 juta liter dan substitusi 10% bio-fuel sebanyak 3,48 juta liter. Sedangkan Total keperluan bahan bakar gasoline sebanyak 38,27 juta liter diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,91 juta liter dan 10% bio-fuel sebanyak 3,82 juta liter.


Target pemanfaatan bahan bakar biomassaMenurut DJLPE tahun 2006, target pemanfaatan bahan bakar biomassa di Indonesia pada tahun 2010 sebagai substitusi bio-diesel (pengganti solar) sebanyak 2,41 juta kiloliter, substitusi Bio-ethanol (pengganti bensin) sebanyak 1,48 juta kiloliter. Sedangkan substitusi pengganti minyak tanah dan fuel oil (minyak bakar) masing-masing sebanyak 0,96 juta kiloliter dan 0,4 juta kiloliter. Sehingga total target substitusi bahan bakar biomassa pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 5,25 juta kiloliter. Dan ditargetkan total substitusi bahan bakar biomassa tersebut pada tahun 2025 sebanyak 22,26 juta kiloliter.


Potensi Indonesia memproduksi Bio-diesel dan Bio-fuel

Menurut APROBI, pada tahun 2009 dari 9 perusahaan di Indonesia berpotensi memproduksi Bio-diesel dengan kapasitas sebanyak 2.171.000 kiloliter per tahun. Untuk kebutuhan lokal diperlukan sebanyak 981.000 kiloliter.

Bahan Baku Bio-diesel dan Bio-fuel

Indonesia mempunyai sederet bahan baku produk pertanian yang bisa diolah menjadi bio-fuel dan bio-diesel. Banyak contoh pemanfaatan berbagai jenis Biomassa dan limbah Biomassa di Negara tercinta ini. CPO yang saat ini sebagai bahan baku industri pangan dan kosmetik dipromosikan menjadi bahan Bio-diesel. Serat sawit dan tandan kosong (FEB) digunakan sebagai bahan bakar boiler. Lumpur sawit yang saat ini sebagai pakan ternak sapi bisa bersaing menjadi Bio-briket. Jagung pada mulanya bahan makanan dan pakan ternak saja, sekarang komoditi tersebut sudah diperebutkan sebagai bahan baku Bio-ethanol.

Bagase bisanya untuk bahan pupuk dapat juga dijadikan bahan bakar boiler dan bahan dasar Bio-briket. Bonggol jagung bisa dijadikan bahan bakar tungku dan Bio-briket. Tetes tebu biasa untuk bahan bumbu masak dapat diolah menjadi Bio-ethanol. Sekam padi biasa digunakan untuk pakan ternak kalau diolah dapat menjadi Cogen, Bio-briket, bahan umpan gasifikasi, briket arang sekam.

Kelapa sebagai bahan pangan dan obat dapat dijadikan minyak bakar dan Bio-diesel. Serat kelapa bisasa digunakan sebagai bahan kemawan dan furniture bisa menjadi Bio-briket dan bahan bakar boiler. Batok kelapa bisa digunakan untuk arang aktif juga bisa dijadikan bahan bakar tungku dan bahan umpan gasifikasi. Limbah kandang peternakan dan rumah potong hewan bisa dijadikan Bio-gas.

Peluang NyamplungNyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan tanaman pohon hutan yang potensial menjadi sumber energi Bio-fuel. Biji Nyamplung mempunyai rendemen tinggi, bisa mencapai 74%. Salah satu kelebihannya dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Produktifitas biji Nyamplung cukup tinggi yaitu 20 ton/ha/masa panen. Tanaman Nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami hampir di seluruh daerah di Indonesia terutama pada daerah pesisir pantai. Regenerasinya mudah dan menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan. Cocok di daerah beriklim kering, pemudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun. Siapa berani berinvestasi?

Petani Pamerkan Produk Unggulan


YOGYAKARTA, KOMPAS - Produk pertanian unggulan dari sejumlah kabupaten dipamerkan dalam ajang Pekan Raya Tani Nasional. Acara yang berlangsung di Yogyakarta, 15-17 Oktober ini, bertujuan mempertemukan produsen dengan konsumen secara langsung.

Ketua Asosiasi Pasar Tani (Aspartan) DI Yogyakarta Agung Gunawan menuturkan, acara Pekan Raya Tani Nasional (PRTN) diikuti Aspartan dari 16 provinsi. ”Selain itu, tujuh provinsi lain yang belum memiliki Aspartan juga menjadi peserta pameran,” katanya, Jumat (15/10).Lewat pameran produk itu, produsen diharapkan bertemu dan bernegosiasi langsung dengan para pembeli. Panitia mengundang empat kelompok pedagang besar untuk datang.

Potong rantai

Pertemuan antara produsen pertanian dan pedagang besar, kata Agung, akan memotong rantai penjualan hasil panen petani. Dengan begitu, petani diharapkan bisa mendapat penghasilan lebih baik. ”Dari kegiatan semacam ini petani tidak bisa mengharap ada transaksi besar di lokasi. Namun, mereka punya kesempatan membangun jaringan pemasaran,” ujarnya.

Produk unggulan yang ditampilkan tiap daerah berupa buah- buahan, beras, dan sayur-mayur. Selain itu, ada juga produk makanan dan minuman olahan.

Dari Lampung ada keripik pisang dan keripik jagung. Dari Malang, Jawa Timur, ada apel hingga minuman rosela kemasan. Dari Papua ada dodol matoa.

Seorang peserta PRTN dari DIY, Jawaldi, menuturkan, dalam acara ini, ia membawa aneka buah, mulai dari melon, pepaya, jambu, hingga pisang. ”Buah-buahan ini berasal dari lahan petani di DIY dan beberapa kabupaten di Jawa Tengah. Kami menjadi sahabat petani buah dengan membantu pemasarannya. Pembeli kami antara lain perusahaan besar yang menjual buah segar di supermarket,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian DIY Nanang Suwandi mengatakan, kegiatan pasar tani di DIY telah berjalan selama dua tahun. Pasar ini memakai sistem pasar berpindah dengan lokasi di pusat-pusat keramaian. Pasar tani digelar setiap dua minggu sekali oleh Aspartan DIY. ”Kami ingin mengangkat konsep pasar ini ke tingkat nasional lewat PRTN,” katanya. (ARA)

Kekosongan Kebijakan Pangan


Oleh Didik J Rachbini

Tulisan ini membahas masalah pangan dari dua sisi: permintaan dan suplai. Sisi permintaan memperlihatkan, masih banyak kerawanan pangan karena faktor kemiskinan meski sudah lebih dua dekade Indonesia mencapai swasembada pangan. Sisi suplai, ada pengalaman kebijakan Bimas yang berharga dalam mengelola produksi pangan.

Namun, ketahanan pangan tidak hanya dilihat dari suplai dan permintaan saja. Masih ada faktor daya beli konsumen dan aksesnya terhadap pangan. Suatu daerah di Sumatera Utara, misalnya, masih rawan pangan bukan karena produksi atau pasokan pangan kurang, tetapi karena faktor daya beli.Padahal, Sumatera Utara tergolong sebagai provinsi maju dengan basis ekonomi perkebunan, industri, dan perdagangan. Akan tetapi, dari sisi daya beli, provinsi ini masih bermasalah, terutama pada masyarakat golongan bawah. Tingkat kecukupan gizi masyarakat berada di bawah 70 persen tingkat kebutuhan gizi normal 2.000 kalori per kapita per hari.

Rawan pangan

Provinsi-provinsi di Indonesia bagian timur lebih buruk lagi sehingga kondisi rawan pangan bisa berubah menjadi kelaparan, seperti kasus Yahukimo beberapa waktu lalu.

Tingkat kemiskinan versi Badan Pusat Statistik yang relatif masih tinggi, 31 juta orang di bawah garis kemiskinan, merupakan salah satu tolok ukur luasnya kondisi rawan pangan di Indonesia. Bahkan, pada kasus yang ekstrem, tingkat kemiskinan Provinsi Papua mendekati 40 persen. Hampir separuh dari rakyat provinsi ini miskin meski sudah dikucurkan dana Otonomi Khusus tidak kurang dari Rp 29 triliun.

Namun, tingkat kemiskinan yang sebenarnya jauh lebih luas. Kementerian Kesehatan yang mengukur dengan cara lain menemukan, tidak kurang dari 76 juta orang masuk kategori miskin, rawan kesehatan, dan rawan pangan.

Fondasi cukup kuat

Pada sisi suplai pangan, sebenarnya sistem pertanian padi di Indonesia sudah ada fondasinya dan cukup memadai sejak tiga dekade lalu. Pemerintah Orde Baru sudah memulainya dengan kebijakan sistematis melalui Bimas, yang diberlakukan terintegrasi secara nasional.

Fondasi pertama adalah pembangunan pabrik pupuk untuk mendukung sistem pertanian beras. Pabrik pupuk dibangun akhir tahun 1960-an di Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Aceh. Program Bimas tidak hanya mengandalkan produksi dan distribusi pupuk, tetapi juga distribusi benih unggul yang deras muncul bersamaan dengan Revolusi Hijau tahun 1970-an dan 1980-an. Tugas pemerintah waktu itu mengenalkan benih unggul dan cara bertani yang lebih modern agar produksi meningkat.

Kementerian Pertanian dalam kebijakan dan program Bimas dikerahkan juga untuk membangun kultur petani pedesaan menjadi modern dan melek teknologi benih. Para penyuluh lapangan hadir di berbagai pelosok Tanah Air untuk mendidik petani pedesaan yang awam teknologi. Lambat laun, petani pedesaan bisa mempraktikkan teknologi modern sehingga produktivitasnya meningkat meskipun pemilikan tanah tidak bertambah.

Pembangunan infrastruktur juga sangat agresif sehingga perluasan lahan sawah beririgasi bertumbuh pesat, baik yang dapat ditanami sekali maupun dua kali. Kementerian Pekerjaan Umum diserahi tugas untuk membangun infrastruktur yang mendukung usaha mencapai swasembada pangan nasional.

Hasilnya tidak mengecewakan. Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang sukses mencapai swasembada dengan sistem produksi kecil tradisional atau sering disebut liliput agriculture. Pemilikan rata-rata setiap petani hanya 0,3 hektar. Selain pemerintah, IPB juga sangat berjasa dalam mengenalkan program Bimas.

Jadi, pemerintah sekarang tidak perlu keluar, tetapi belajar pada sejarah kebijakan ini. Kebijakan pangan merupakan pilihan yang tepat sejak awal tahun 1970-an ketika pemerintah menghadapi kondisi kemiskinan, keterbelakangan, dan kesejahteraan rakyat yang rendah. Pemerintah pada waktu itu mengambil strategi fokus yang jelas, yakni mengatasi masalah pangan lebih dahulu dengan jargon pembangunan sehingga pada dekade berikutnya Presiden Soeharto disebut Bapak Pembangunan.

Jadi, kebijakan dan program pembangunan ketahanan pangan adalah taruhan pemerintah ketika itu. Saya pernah mendengar ceramah Prof Dr Emil Salim (sekarang Ketua Dewan Pertimbangan Presiden) bahwa di Gunung Kidul pada tahun 1970-an banyak tengkorak berjalan. Gambaran itu menunjukkan bahwa rakyat kurang pangan dan gizi sehingga kurus kerontang. Karena itu, tidak ada jalan lain kecuali pemerintah memulai pembangunan dengan menyelesaikan masalah pangan rakyat terlebih dahulu.

Kebijakan ketahanan pangan ini kemudian sukses setelah berjuang dua dekade ketika FAO menyerahkan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia, yang awalnya banyak mengimpor beras kemudian menjadi swasembada. Jadi, bangsa Indonesia telah memiliki pengalaman sangat berarti dalam kebijakan pembangunan pangan terutama beras.

Kebijakan lama

Akan tetapi, kebijakan yang sistematis seperti itu tidak ada lagi sekarang sehingga semuanya seperti dibiarkan begitu saja. Tidak ada paket program seperti Bimas yang komprehensif dan bisa diukur tingkat keberhasilannya. Ada sedikit program, tapi sekadar subsidi pupuk untuk meringankan petani. Itu pun hanya merupakan rembukan instan antara pemerintah dan Komisi V DPR yang kepastian keberlanjutannya tidak jelas.

Bimbingan penyuluhan yang universal tidak ada lagi karena sudah bubar akibat desentralisasi. Infrastruktur irigasi bukan hanya tidak lagi agresif dibangun seperti masa lalu, tetapi yang ada pun dibiarkan terbengkalai dengan kondisi mengenaskan di berbagai daerah. Setelah dilemahkan kekuatannya oleh IMF, Bulog yang seharusnya ikut menjadi penyangga pangan nasional sekarang bekerja apa adanya. Stok pangan yang dikumpulkannya tidak cukup memadai, bahkan mengkhawatirkan.

Jadi, ada banyak pertanyaan terhadap kebijakan sekarang, bahkan tidak sedikit mengkritik kekosongan kebijakan pangan ini. Tidak usah mencari jauh-jauh, belajarlah pada pengalaman sendiri.

Didik J Rachbini Ekonom dan Ketua Majelis Wali Amanat IPB Bogor

Kamis, 14 Oktober 2010

Petani Kedelai Beralih Menanam Padi


MAKASSAR, KOMPAS - Tingginya curah hujan di Sulawesi Selatan membuat para petani kedelai di Kabupaten Maros dan Kabupaten Soppeng beralih menanam padi. Kondisi itu menyebabkan petani kehilangan pendapatan 30 persen tahun ini.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sipakatau di Desa Jenetaesa, Kecamatan Simbang, Maros, Mustari (39), Rabu (13/10), mengatakan, keputusan beralih menanam padi diambil petani sejak musim tanam kedua Juni lalu. Kala itu, setengah dari 600 hektar lahan kedelai milik 497 anggota Gapoktan Sipakatau terendam banjir. Para petani terpaksa menanam padi di lahan yang tak kunjung kering itu.Menurut Mustari, kedelai yang dihasilkan dari lahannya seluas 1 hektar berkisar 1,2-1,5 ton. Dengan harga kedelai jenis calon benih dan jenis konsumsi Rp 5.000 per kilogram (kg), ia meraup pendapatan bersih Rp 4,5 juta. Jika menanam padi, penghasilan bersih yang diperoleh hanya Rp 3 juta karena biaya produksi lebih besar.

Pengelolaan tanaman kedelai relatif lebih mudah daripada padi. Kedelai hanya perlu dipupuk dua kali dalam 85-90 hari masa tanam. Proses penanaman pun tidak membutuhkan pengolahan tanah seperti tanaman padi. Setelah ditebari jerami, lahan yang akan ditanami kedelai dilubangi untuk bibit lalu diberi air.

Keluhan terhadap anomali cuaca juga diutarakan Ketua Kelompok Tani Lapenneh di Desa Panincong, Kecamatan Maruliawa, Soppeng, Riswan (42). Hujan yang masih berlangsung membuat petani gagal menanam kedelai tahap ketiga tahun ini. Separuh dari lahan seluas 200 hektar yang dikelola 55 anggota kelompok tani Lapenneh terpaksa ditanami padi.

Kemitraan

”Kami berharap pemerintah menjamin pasar dan harga eceran tertinggi (HET) kedelai,” kata Riswan seusai menerima bantuan dana kemitraan sebesar Rp 100 juta dari PT Telkom Divisi Regional VII di Makassar, Rabu.

Menurut dia, pola kemitraan perlu dikembangkan untuk menjamin HET kedelai. Hal ini dinilai efektif mendorong petani untuk memprioritaskan kedelai jenis calon benih di lahan mereka.

Selama ini dari rata-rata 1,5 ton kedelai yang dihasilkan petani per hektar, sekitar 80 persen kedelai berjenis calon benih. Sisanya kedelai jenis konsumsi yang dijual kepada para pembuat tahu dan tempe.

Kepala Dinas Pertanian Sulsel Lutfi Halide mengatakan, pemerintah tengah menjajaki kerja sama dengan PT Sang Hyang Seri, badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pengelolaan benih, agar bersedia menampung kedelai dari petani. ”Kerja sama ini akan menjamin HET kedelai sekaligus mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak,” katanya.

Lutfi menambahkan, anomali cuaca mengganggu produksi kedelai di Sulsel. Tingginya curah hujan membuat target produksi 63.450 ton kedelai tahun ini sulit tercapai. Hingga bulan September 2010, produksi kedelai dari 45.000 hektar areal tanam di Sulsel baru mencapai 35.000 ton. Produksi kedelai tahun lalu mencapai 41.000 ton dan produksi nasional 925.000 ton. (RIZ)

Selasa, 24 Agustus 2010

KONDISI MELON PESANAN BUYER JAKARTA

LAHAN MELON CARIBBEAN ( P. KOSIM - CABEAN ) SIAP PANEN UNTUK TANGGAL 28-08-2010
PESANAN BUYER MOMENTA JAKARTA

ESTIMASI PANEN : 5 TON














Jumat, 20 Agustus 2010

HET Pupuk Akan Naik


Jakarta, Kompas - Harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi diperkirakan naik 10-15 persen pada tahun 2011. Dengan demikian, pemerintah dapat menghemat anggaran subsidi Rp 2 triliun karena ada penurunan dari Rp 18,4 triliun tahun 2010 menjadi Rp 16,4 triliun tahun 2011.

”Kalau anggaran subsidi diturunkan Rp 2 triliun, akan ada kenaikan HET 10-15 persen,” ujar Ketua Kelompok Kerja Pupuk Nasional sekaligus Deputi Bidang Perdagangan dan Perindustrian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Edy Putra Irawady di Jakarta, Kamis (19/8).Menurut dia, kenaikan ini adalah jalan tengah karena industri pupuk tidak mungkin menurunkan harga pokok produksi (HPP) akibat kenaikan harga gas. Gas sendiri berkontribusi 96 persen dari biaya produksi.

”Sementara di tingkat petani, kontribusi biaya pupuk pada biaya pertanian hanya sekitar 10 persen. Kami harap ini tidak memberatkan,” ungkapnya.

Dengan kenaikan harga itu, HET urea bersubsidi akan naik dari Rp 1,6 juta menjadi Rp 1,8 juta per ton. Adapun harga pupuk SP-36/superphose naik dari Rp 2 juta menjadi Rp 2,2 juta per ton, harga pupuk ZA naik dari Rp 1,4 juta menjadi Rp 1,65 juta per ton, dan harga pupuk NPK naik dari Rp 2,3 juta menjadi Rp 2,45 juta per ton, sedangkan HET pupuk organik tetap Rp 700.000 per ton.

Secara terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penurunan subsidi pupuk juga terjadi karena efisiensi pada level petani. ”Subsidi pupuk diturunkan karena sekarang petani tahu bagaimana menggunakan pupuk yang efisien. Pupuk semakin sedikit digunakan pada setiap hektar lahan,” ungkapnya.

Dalam dokumen Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2011 disebutkan, faktor-faktor yang memengaruhi perubahan anggaran subsidi pupuk itu adalah volume, HPP, dan HET. Semua faktor itu naik, kecuali HPP urea yang turun dari Rp 3,2 juta per ton tahun 2010 menjadi Rp 3,132 juta per ton tahun 2011.

Adapun volume pupuk bersubsidi akan naik dari 9,316 juta ton tahun 2010 menjadi 11,282 juta ton tahun 2011. Volume pupuk bersubsidi terbesar adalah urea, yakni naik dari 4,816 juta ton menjadi 5,82 juta ton.

Adapun pupuk jenis SP-36/superphose naik dari 849.000 ton menjadi 1 juta ton, begitu juga pupuk ZA naik dari 842.000 ton menjadi 950.000 ton, lalu pupuk NPK naik dari 2,095 juta ton menjadi 2,42 juta ton, dan pupuk organik meningkat dari 715.000 ton menjadi 1,092 juta ton.

Terbebani

Pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin mengatakan, petani memang akan terbebani dengan kenaikan harga pupuk bersubsidi ini. Sebab, harga pupuk di lapangan biasanya bisa lebih tinggi 20 persen daripada HET.

Ekonom Fadhil Hasan mengatakan, kenaikan pupuk memang layak dilakukan untuk mendorong efisiensi pemakaian pupuk di tingkat petani. Kenaikan HET juga perlu untuk menekan disparitas harga domestik dan internasional sehingga penyelundupan dan kebocoran ke sektor lain dapat dikurangi. Kenaikan ini juga memberikan insentif bagi industri pupuk dalam negeri.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, saat ini petani belum mampu menata arus pengeluaran dan pemasukan pasca-kenaikan HET pupuk tahun ini. ”Kalau HET harus naik lagi, kita belum bernapas dan belum mampu menata situasi pasca-kenaikan HET,” katanya.

Pada panen padi lalu, kualitas gabah petani jatuh karena iklim tidak bersahabat. Produktivitas tanaman padi juga turun drastis, ada yang turun 50 persen.

”Memang ada kenaikan harga beras yang berdampak pada kenaikan harga gabah, tetapi kenaikan itu tidak mampu menutup kerugian petani akibat gagal panen,” katanya. (OIN/MAS)

Pertanian Organik Sumbar Ditantang


Padang, Kompas - Program pertanian di Provinsi Sumatera Barat, yang selama ini tengah diupayakan untuk kembali menggunakan konsep pertanian organik, ditantang untuk lebih berorientasi pada agrobisnis dan agroindustri.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Kamis (19/8), mengatakan, nota kesepahaman dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) telah ditandatangani untuk memastikan transfer ilmu dan pengetahuan demi tercapainya tujuan tersebut. Irwan mengatakan, nota kesepahaman itu salah satunya dimaksudkan untuk memenuhi kemandirian petani dalam mempraktikkan pertanian organik.”Organik itu tetap jalan, orientasi kami petani mandiri. Jangan sampai organik terus-terusan, suatu ketika pupuk organik tidak terpenuhi lantas tidak berproduksi,” kata Irwan.

Menurut Irwan, IPB akan memastikan terjadinya peralihan ilmu dan pengetahuan kepada petani dan sejumlah akademisi di Universitas Andalas (Unand), Padang, terkait hal tersebut. ”Jika IPB sudah pergi, kawan-kawan dari Unand bisa meneruskan,” kata Irwan sembari menambahkan jangka waktu kerja sama yang tertuang dalam nota kesepahaman itu selama lima tahun ke depan.

Untuk bidang pertanian organik, sejauh ini IPB diketetahui juga memiliki badan sertifikasi produk dan sistem organik yang disebut Integrated Laboratory Organic and Nature Product Assurance.

Sementara itu, Sumbar sejauh ini sudah memiliki lembaga sertifikasi organik yang berdiri sejak tahun 2007. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar Djoni menyebutkan, sejauh ini tidak ada biaya yang dipungut dari petani untuk mendapatkan sertifikat organik. (INK)

Mempercepat Sengon Tumbuh 2 Kali Lipat


Pada dasarnya, transformasi genetika yang diterapkan Enny Sudarmonowati, periset pada Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, tidak hanya melulu pada sengon yang bisa dipercepat pertumbuhannya sampai hampir dua kali lipat.

Bioteknologi, dalam hal ini transformasi genetika (transgenik), memungkinkan upaya mempercepat pertumbuhan semua jenis tanaman produksi kehutanan yang biasanya mencapai puluhan tahun,” kata Enny, Kamis (19/8) di Jakarta.Enny yang dikukuhkan sebagai profesor riset LIPI pada 21 Mei 2010 mengatakan, di dunia setidaknya ada 25 negara yang sudah getol mengaplikasikan bioteknologi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman produksi kehutanannya. Diperkirakan luas hutan produksi di dunia yang sudah bersentuhan dengan bioteknologi ini mencapai 800 juta hektar.

Negara tetangga, Filipina, menurut Enny, contoh salah satu negara yang aktif menggiatkan riset dan aplikasi bioteknologi ini. ”Negara China apa lagi. Negara ini sangat maju dalam mengembangkan bioteknologi transformasi genetika untuk mempercepat produksi tanaman kayunya,” ujar Enny.

Di dalam risetnya, Enny memilih jenis tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) karena sengon tergolong sebagai tanaman kayu kehutanan paling cepat tumbuh dan pangsa pasarnya tergolong paling besar. Untuk keperluan konstruksi, kayu sengon biasanya dipetik dalam usia 15 tahun. Kayu sengon untuk industri bubur kertas biasa dipanen dalam usia enam tahun.

Berdasarkan riset Enny yang dimulai sejak 1992, dengan transformasi genetika pada sengon itu diperoleh percepatan 1,8 kali atau hampir dua kali lipat pertumbuhannya. Ini jika dibandingkan dengan sengon nontransgenik.

”Kayu sengon transgenik untuk konstruksi bisa dipetik pada usia sekitar 7 tahun, yang seharusnya jika tanpa rekayasa bioteknologi ini masih menunggu sampai 15 tahun,” kata Enny.

Dua gen

Transformasi genetika untuk mempercepat pertumbuhan sengon, menurut Enny, hanya membutuhkan transfer dua gen, yaitu gen Xyloglucanase dan Cellulase.

”Kedua jenis gen itu berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan kandungan selulosa,” kata Enny. Sengon transgenik pada awal semai hingga tiga bulan mulai menunjukkan perbedaan. Daun-daun sengon transgenik mengembang lebih luas. Batang utama mulai menjulur lebih tinggi jika dibandingkan sengon nontransgenik.

”Kebetulan, cara untuk mendapatkan kedua gen itu dari jenis pohon poplar, yaitu tumbuhan kayu cepat tumbuh dari Jepang,” kata Enny.

Kegiatan riset sengon transgenik ini merupakan hasil kerja sama dengan Jepang, yaitu Universitas Kyoto. Namun, menurut Enny, kedua gen itu juga bisa diambil dari pohon kayu cepat tumbuh di Indonesia.

”Selain sengon, memang belum ditemukan jenis lainnya yang bisa lebih cepat tumbuh. Kedua gen itu bisa diambil dari sengon yang tumbuh abnormal lebih cepat hingga melampaui yang lainnya,” kata Enny.

Metode insersi

Metode insersi atau mentransfer kedua gen Xyloglucanase dan Cellulase ke jenis tanaman sengon dimulai dengan penentuan cara mendapatkan kedua gen tersebut. Jika ingin mendapatkannya dari sengon abnormal, langkah yang harus ditempuh berupa membentuk pustaka Ribonucleic acid (RNA) yang mencakup komposisi molekul biologinya.

Dilanjutkan dengan memancing gen yang diinginkan, yaitu Xyloglucanase dan Cellulase. Caranya, dengan mencocokkan urutan basa gen.

Setelah diperoleh, kedua gen itu diisolasi dan dibiakkan. Lalu, dipadukan dengan promotor serta gen penyeleksi atau gen penanda sehingga siap diinsersikan ke individu tanaman.

”Proses insersi ini menggunakan bakteri Agrobacterium tumefaciens yang diperoleh dari bakteri gall,” kata Enny. Bakteri gall banyak ditemui pada pembengkakan batang pohon yang dengan sengaja dilukai. Pembengkakan batang pohon yang dilukai itu kerap disebut kena kanker batang.

Proses insersi kedua gen, menurut Enny, dijalankan satu per satu. Caranya dengan mencelupkan individu tanaman sengon hasil kultur jaringan ke larutan yang mengandung salah satu gen tersebut secara bergantian.

Kalus embriogenik

Ada satu hal yang harus dilampaui untuk proses insersi dua gen dalam upaya memperoleh sengon transgenik ini, yaitu mendapatkan individu baru secara cepat dan massal.

”Caranya dengan membentuk reaksi kalus embriogenik untuk menghasilkan individu baru secara massal dalam waktu relatif cepat. Kalus embriogenik ini metode kloning,” kata Enny.

Kalus embriogenik menggunakan metode pengembangbiakan secara vegetatif. Jaringan vegetatif seperti daun bisa digunakan untuk menghasilkan ribuan individu baru hasil kloning itu.

Riset yang mulai dikembangkan sejak 1992 itu kini menghasilkan sejumlah jenis sengon transgenik yang ditanam di Fasilitas Uji Terbatas (FUT), yakni FUT milik LIPI di Pusat Sains Cibinong. ”Di Indonesia hanya ada dua FUT. Yang lainnya di Bogor, yaitu milik Kementerian Pertanian,” kata Enny.

Hasil pengembangan bioteknologi melalui transformasi genetika pada tanaman kayu cepat tumbuh seperti sengon, menurut Enny, tidak bisa langsung diaplikasikan di lapangan. Lebih tepatnya, tidak mudah.

Selain harus mengikuti regulasi keamanan hayati, masyarakat masih alergi terhadap isu tanaman transgenik. Uji lapang tanaman transgenik secara teknis juga tidak murah karena butuh gugusan tanaman pelindung setebal minimal tiga meter. ”Tanaman transgenik kehutanan ini tidak untuk dimakan atau tidak untuk dikenakan di tubuh kita. Semestinya ini bisa diterima,” ujar Enny.

Mewujudkan Ambisi Swasembada Gula


Dalam pertemuan di sebuah rumah makan di Jombang, Jawa Timur, Minggu awal Juli lalu, perwakilan dari 11 Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tebu Rakyat se-PTPN X membahas rencana menunda pengiriman tebu ke pabrik gula. Mereka meminta jaminan rendemen tebu minimal 7 atau lebih. Apabila tak dipenuhi sampai Senin, tebu berhenti dikirim.

Tak semua perwakilan bersuara sama karena ada yang sudah puas dengan rendemennya. Kesepakatan akhirnya dicapai, penghentian pengiriman dilakukan dua hari. Menurut peserta rapat dari wilayah kerja Pabrik Gula (PG) Watoe Toelis, Suwandi, penghentian tak bisa lebih lama karena petani akan rugi.”Kami kirim ke mana lagi kalau tidak ke PG,” kata Suwandi saat dihubungi kembali, Kamis (19/8). Upaya itu tak membawa banyak perubahan, hitungan rendemen tak berubah.

Rendemen hanyalah salah satu permasalahan industri gula Indonesia setelah merosot dari masa keemasan tahun 1930-an. Ambisi mencapai swasembada gula pada 2014 diupayakan melalui intensifikasi industri tebu yang sudah ada, ditambah penambahan lahan dan PG baru.

Intensifikasi berhubungan dengan rendemen yang diakui Menteri Pertanian Suswono masih jadi perdebatan karena ditentukan kualitas tanaman tebu, kemampuan PG mengambil kristal gula dari tebu, dan faktor manusia penghitung rendemen.

”Kenekatan” petani mengultimatum PG mencerminkan juga belum terbangunnya kemitraan setara. Padahal, keduanya saling butuh karena petani tebu tak mudah berganti ke tanaman lain. Upaya petani itu, terutama yang rendemennya di bawah 6, didesak turunnya pendapatan yang, menurut Suwandi, besarnya Rp 1 juta-Rp 2 juta daripada tahun lalu.

Anomali cuaca berupa curah hujan tinggi hingga musim kemarau diduga menurunkan rendemen. Biaya tahun ini juga meningkat, antara lain tebang-angkut, karena tanah basah akibat hujan sehingga truk tak dapat masuk jauh ke kebun. Kinerja sebagian besar PG di Jawa juga tak memuaskan. Menurut peneliti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Ali Susmiadji, efisiensi PG mengambil sukrosa hanya 77-81 persen, sementara standar dunia 85 persen.

Deputi Menteri BUMN Agus Pakpahan mengatakan, saat ditugasi menilai PG di Jawa sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, dia menemukan hanya 20 persen PG yang efisien secara ekonomis dan teknis. Usia PG yang tua—beberapa dibangun tahun 1830-an—menjadi penyebab. Saat itu diusulkan tidak memindahkan agroindustri gula Jawa ke luar Jawa seperti kesepakatan letter of intent dengan IMF tahun 1998, tetapi merestrukturisasi, merekayasa ulang, dan merevitalisasi PG.

Mengejar ambisi

Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian sudah menyusun peta revitalisasi industri gula, berisi mulai dari masalah, cara mengatasi, hingga ukuran keberhasilannya. Peta itu mengenali kendala dalam kualitas tebu yang ditentukan oleh bibit, efisiensi PG, dan tata niaga. Sayangnya, peta tidak menghitung ketidakadilan perdagangan internasional.

Seperti laporan para duta besar dan kuasa usaha ad interim dalam Ekonomi Gula 11 Negara Pemain Utama Dunia, Kajian Komparasi dari Perspektif Indonesia (Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, 2004), 10 negara yang dikaji memberlakukan kebijakan promosi dan proteksi. Mulai dari peran negara dalam penelitian dan pemberian bunga rendah pembiayaan industri hingga proteksi melalui pembatasan impor melalui kuota, bea masuk tambahan dan tarif, serta pengaturan pasokan domestik.

Dalam upaya menuju swasembada gula dengan sasaran 5,7 juta ton gula kristal putih (GKP), hampir dua kali target produksi 2010 (2,9 juta ton), kesan yang muncul adalah kurangnya koordinasi. Pernyataan Wakil Menteri Pertanian dan Kepala Bulog, pekan lalu, tentang rencana impor gula dilakukan sebelum penghitungan produksi selesai karena Agustus ini masih puncak giling.

Dari sisi tanaman, Ali Susmiadji menghitung, bila tahun ini pembibitan mulai dilakukan, tahun 2011 bibit mulai ditanam di 30 persen lahan petani sambil membangun pabrik baru. Artinya, pabrik baru beroperasi penuh tahun 2014. Nyatanya, usaha pembibitan belum tampak dan meningkatkan efisiensi industri yang ada butuh waktu lama.

Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia Colosewoko mengatakan, peraturan sudah memadai, hanya tinggal pelaksanaan. Contohnya, SK Menperindag No 527/2004 bahwa gula rafinasi hanya boleh dijual ke industri menimbulkan tafsir ganda, apakah industri rumah tangga yang secara tradisional konsumen GKP juga termasuk industri seperti pada SK. Kenyataannya, sulit mengawasi gula kristal rafinasi (GKR) tak dikonsumsi langsung jika industri rumah tangga dimasukkan sebagai pemakai GKR. Alhasil, keluhan GKR masuk ke eceran dan menekan harga GKP akan terus terjadi.

Maka, seperti dikatakan Komisaris Utama PTPN X HS Dillon, yang pernah memimpin restrukturisasi PTPN, diperlukan keberpihakan kepada petani dan rakyat banyak, bukan ego sektoral. (Ninuk M Pambudy)

Jumat, 06 Agustus 2010

PEPAYA RED LADY

SEDIA BENIH SIAP PINDAH TANAM
UMUR PRODUKSI MULAI 6 BULAN HST
MULAI BERBUNGA UMUR 3,5 BULAN HST
UNTUK PANDUAN BUDIDAYA SILAHKAN MENGHUBUNGI
VIA EMAIL
UD.SETYAWAN@GMAIL.COM








Selasa, 27 Juli 2010

Petani Jagung Dapat Kepastian Pasar


Jakarta, Kompas - Petani jagung kini mendapatkan kepastian pasar. Tiga perusahaan besar pakan ternak sepakat menjalin kerja sama untuk membeli jagung petani.

Tiga perusahaan tersebut adalah PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia, dan PT Sierad Produce. Kontrak kerja sama tersebut dibuat tiga perusahaan itu dengan 16 pemerintah kabupaten di empat provinsi. Rinciannya, tiga kabupaten di Lampung, satu di Jawa Tengah, empat Jawa Timur, dan delapan Sulawesi Selatan.Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Selasa (27/7) dari Maros, Sulawesi Selatan, menjelaskan, dengan kerja sama itu, industri pakan ternak mendapat kepastian pasokan bahan baku pakan dan petani mendapat kepastian pasar.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman (MOU) segera ditindaklanjuti dengan kontrak pembelian jagung. Masing-masing kabupaten diharapkan memasok 10.000 ton jagung per bulan sehingga setiap bulan ada 160.00 ton jagung petani yang terbeli. Dalam setahun, 1,92 juta ton jagung petani sudah mendapatkan kepastian pasar.

Adapun harga akan disesuaikan dengan harga saat penyerahan barang. Harga yang ditetapkan mengacu pada harga jagung dunia.

Dengan kontrak pembelian ini, industri pakan ternak diuntungkan karena tidak perlu membayar bunga L/C seperti kalau mereka membeli jagung dari impor, selain ada jaminan pasokan bahan baku.

Maxdeyul menjelaskan, kualitas jagung dalam negeri relatif lebih baik karena lebih segar. Kerja sama ini diharapkan menjadi model dan dikembangkan untuk memacu peningkatan produksi jagung nasional. Industri pakan setiap tahun membutuhkan 5 juta ton jagung.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit menegaskan, kualitas jagung yang diserap sesuai standar pabrik pakan. ”Dengan kerja sama ini, industri pakan ternak serius mendukung pengembangan budidaya jagung,” katanya. (MAS)

Kamis, 08 Juli 2010

TANAMAN MELON SAAT INI ( SAKATA GLAMOUR )


DESKRIPSI MELON HIBRIDA VARIETAS GLAMOUR
Asal : Sakata Seed & Co. Ltd., jepang
Silsilah : 141–045–302–102–111 (F) x 201–301–170–025 (M)
Golongan varietas : hibrida silang tunggal
Tipe tanaman : merambat
Umur mulai panen : ± 60 hari setelah tanam
Warna batang : hijau
Bentuk batang : silindris
Diameter batang : ± 1,2 cm
Warna daun : hijau
Bentuk daun : bangun segi lima
Ukuran daun : panjang ± 25 cm, lebar ± 20 cm
Tepi daun : rata
Ujung daun : tumpul
Permukaan daun : berbulu halus
Umur mulai berbunga : 15 – 17 hari setelah tanam
Warna bunga : kuning
Bentuk bunga : seperti lonceng
Warna kulit buah muda : hijau
Warna kulit buah tua : kuning
Pola jaring kulit : tebal dan rapat
Bentuk buah : bulat
Ukuran buah : tinggi 15 – 16 cm, diameter ± 14 – 15 cm
Ketebalan daging buah : 3,5 – 4,0 cm
Warna daging buah : oranye
Tekstur daging buah : renyah
Rasa buah : manis
Kadar gula : 12 – 13 °brix
Aroma buah : harum
Berat per buah : 2,0 – 3,8 kg
Daya simpan buah : + 10 hari setelah panen
Hasil buah : + 30 ton/ha
Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai sedang
dengan ketinggian 50 – 500 m dpl
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...